Aku terus menunggu, menunggu dia
putus dari pacarnya yang sekarang. Coba aku yang lebih dahulu bertemu dia,
mungkin saat ini aku sedang berdua dengannya. Tapi nyatanya aku hanyalah
seorang teman baginya, tak apalah dia menganggapku teman daripada tidak sama
sekali. Suatu saat aku pasti mendapatkannya. Rera, itu nama seseorang yang
telah membuatku jatuh cinta dan membuatku menunggu hingga saat ini. Dua tahun
sudah aku mengenalnya dan selama itu aku juga menunggu dirinya putus dari
pacarnya, setiap aku berdoa aku pasti mendoakan agar Rera segera putus dari
pacarnya. Hal yang tidak masuk akal jika
aku bahagia saat seseorang yang aku cintai ternyata menyukai orang lain. Hati
ini hancur, memang telah hancur ketika aku tau bahwa Rera telah memiliki
kekasih.
Saat-saat bersamanya adalah hal
yang paling aku suka dan hal yang paling aku tunggu. Aku memang pengemis.. ya,
pengemis cinta. Segala hal telah aku lakukan agar dia mencintaiku tapi sampai
sekarang belum ada balasan apapun dari dia. Aku tau ini perasaan yang egois,
tapi inilah rasa yang timbul dengan sendirinya. Aku sakit, sakit hati bila
melihatnya tersenyum bukan karena aku tapi tersenyum karena orang lain. Selama
ini aku hanya bisa memperhatikan Rera dari jauh saja, aku bahkan terkadang seperti
seorang penjahat yang mengincar korbannya. Cintalah yang membuatku gila seperti
ini. Mencintai tanpa dicintai seperti ini sangatlah menyakitkan.
Tak tau sampai kapan aku akan
terus menunggunya, mungkin sampai nanti.
Sampai aku lelah menunggu. Aku sangat ingin memilikinya, sampai-sampai aku
harus mengabaikan perasaan beberapa gadis yang mengungkapkan cinta padaku.
Awalnya aku berpikir kalau Rera tak jauh berbeda dengan gadis lain yang mudah
aku dapatkan cintanya. Aku adalah mahasiswa teladan dan seorang kapten club
basket di kampus, itu yang membuatku populer diantara kalangan para gadis.
Bukannya aku menyombongkan diri,tapi itulah yang sering aku dengar.
Hari minggu yang cerah, aku
membuka jendela dan mendapati wajahku diterpa cahaya matahari pagi yang lembut.
Aku malas untuk latihan basket di kampus hari ini. Semalam aku begadang sampai
subuh main game di warnet di depan rumahku. Aku menggeliat dan menguap
lebar-lebar. Aku letih, aku mulai letih menunggu Rera yang tak jelas sampai
kapan harus menunggunya. Pikiranku selalu terpusat pada dirinya, sedang apa dia
sekarang? Dengan siapa? Tersenyum kah dia hari ini?. Pertanyaan-pertanyaan itu
selalu berkecamuk di otakku. Aku mengguyur kepalaku, ingin melupakan semua hal
tentang Rera.
Ketika aku sedang bermain basket
di samping rumahku, Rera datang dengan air mata yang terus mengalir. Aku
bingung apa yang sebenarnya terjadi, dia serta-merta menempelkan kepalanya
didadaku dan terus menangis tanpa berkata apapun. Keringatku makin bercucuran
bukan akibat bermain basket, tetapi karena aku gugup.
“kamu kenapa Ra?” tanyaku sambil
mengelus kepalanya.
Suara tangis Rera makin menjadi.
Aku dapat menghirup udara segar
sekarang, aku menghela napas dan memejamkan mata sesaat. Mungkin ini adalah
jawaban dari doa yang selama ini aku panjatkan. Rera putus dari pacarnya. Aku menggunakan
kesempatan ini untuk semakin mendekatinya. Aku tak peduli jika aku hanyalah
pelampiasan baginya. Yang aku pikirkan hanyalah bisa memilikinya dan menjaganya
dari sesuatu yang dapat membuatnya meneteskan air mata lagi.
“ Ra, sebelumnya aku mau minta maaf. Tapi aku telah menyukaimu sejak
aku bertemu denganmu di Laboratorium bahasa dua tahun yang lalu. “
Gadis disampingku menoleh. Ia
berhenti membaca novel yang baru saja ku berikan.
“ Aku udah tau kok.”
Apa? Jadi selama ini dia tau
perasaan ku. Aku sungguh kaget mendengar jawabannya, ada perasaan malu tapi
sudah lah. Aku memintanya untuk menjadikan ku sebagai pacarnya. Dia tersenyum
lalu meng-iyakan permintaanku. Saking senangnya, aku berteriak kegirangan
seperti orang gila saat itu.
“ Ntar sore jalan yuk” ajakku
pada Rera yang tengah menyeruput jus mangga kesukaannya.
“ ogah ah, lagi males”
Aku terdiam,memandangnya.
“ yah,bentar aja kok. Ya ya ya,
mau ya?”
“ Jalan kemana? Ke dapur, ke WC
atau ke TPA? hahaha”
“ ihh, dasar!” dengusku. “ ke
pantai aja, aku lagi pengen kesana, mau gak?”
“Ooo... ke pantai,” ulang Rera. “
ogah ah, gak asik kesana, lagian aku bosan kepantai mulu. Aku juga udah ada
janji sama Sinta mau ke mall.”
Aku menghela napas.
“ya udah kalo gitu,” suaraku
melunak. “ tapi.. lain kali mau ya.”
Rera mengangguk.
“iya, tapi lain kali aja jangan
sekarang.”
Sudah dua bulan aku menjadi pacar
Rera, aku sungguh senang. Tapi aku tak tau dia merasa senang atau tidak.
Faktanya, dia seperti tidak nyaman saat bersama ku. Aku selalu mencoba mengerti
atas sikapnya yang seperti itu, mungkin karena dia belum bisa melupakan Rino,mantan
pacarnya itu. tapi lama kelamaan aku makin tak tahan juga, aku tau posisiku
hanyalah sebagai pelampiasannya saja yang tak berarti apa-apa dihatinya.
Mungkin aku hanya memiliki raganya saja tetapi hati dan jiwanya tidak akan
pernah ku miliki.
Rera memiliki sifat yang egois
dan tidak pernah mau mendengarkan kata dari orang lain, aku selalu berupaya
mengerti dan mengalah. Semua masalah yang ada, akulah yang selalu mengalah dan
mengucapkan kata maaf. Seolah semua yang terjadi adalah salahku. Aku menghilang
selama dua hari untuk mendinginkan otakku yang mungkin sebentar lagi akan
meledak. Kata-kata “putus” selalu berputar-putar dikepalaku.
Tuhan, aku tak tau apa yang
terjadi dengan perasaan ku sekarang. Aku merasa bosan dengan sikap Rera dan
merasa bosan menjadi kekasihnya. Padahal aku telah lama ingin bersamanya,
tetapi kenapa saat aku telah memilikinya aku menjadi seperti ini. Apa yang
membuatku penasaran padanya dulu, kini telah aku ketahui. Ya, perasaanku kini
telah hambar padanya.
Hari ini aku mengajak bertemu Rera
di kantin tempat biasa kami makan, awalnya aku ingin mengungkapkan kata “putus”
padanya. Tapi, saat aku berjalan sampai di depan laboratorium bahasa aku
melihat Rera menggandeng tangan Rino sambil tersenyum. Ya, senyum yang tak
pernah aku dapatkan selama aku berpacaran dengannya. Aku tersenyum getir,
menahan semua perasaan kesal ku. Sudahlah, mungkin ini memang takdirku. Aku
merebahkan badanku di kasur dan menangis tertahan. Inilah akhir dari cintaku,
cinta yang berlebihan. Ya, segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik.
Kupejamkan kedua mataku, mencoba
melupakan segala sesuatu yang dapat membuatku merasa sedih. Aku telah
memutuskan hubunganku dengan Rera demi kebahagiaannya, benar seperti pepatah
yang sering aku dengar yaitu memang menyakitkan melihat seseorang yang kita
cintai bahagia dengan orang lain tetapi lebih menyakitkan lagi ketika
mengetahui orang yang kita cintai tidak merasa bahagia dengan kita. Sekarang,
menyibukkan diri dengan kegiatan club basket dan wartawan kampus itulah hal
yang bisa ku lakukan agar aku melupakan sakit hatiku.
*Cerita ini hanya fiksi saja J